NGANJUK – Proyek Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) yang dibiayai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR) di Desa Blitaran, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, diduga menimbulkan masalah serius. Meskipun proyek ini menelan anggaran sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), hasil pengerjaannya justru menghambat aksesibilitas jalan bagi warga.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Kontributor media online di lokasi pada Senin (23/12/2024), proyek PISEW yang bertujuan untuk membangun tembok penahan tanah (TPT) dan melakukan pengurukan menggunakan material sirtu (pasir dan batu), justru berujung pada masalah. Proyek ini dimulai pada 7 November 2024 dan selesai pada akhir bulan yang sama, namun hasil pengerjaan tidak mencerminkan kualitas yang seharusnya sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Di lokasi proyek, jalan yang seharusnya memberikan kenyamanan bagi warga, khususnya para petani yang beraktivitas menuju sawah, malah beralih menjadi jalan berlumpur. Kondisi ini muncul setelah pengurukan tanah dilakukan menggunakan tanah bekas galian tembok penahan tanah (TPT) yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengurukan seharusnya menggunakan material sirtu, tetapi kenyataannya tanah bekas galian yang lebih mudah didapatkan dipilih sebagai material pengurukan.
Akibatnya, akses jalan yang seharusnya memberikan kemudahan bagi warga justru menjadi becek dan sulit dilalui, terutama saat musim hujan. Warga yang hendak menuju sawah kesulitan melintasi jalan yang kondisinya semakin buruk akibat penggunaan tanah yang tidak sesuai standar.
Kepala Desa Blitaran, Sutiyono, yang dikonfirmasi terkait masalah ini mengakui adanya keluhan mengenai kondisi jalan yang becek. "Iya, jalan itu memang becek karena kami menggunakan tanah bekas galian untuk pengurukan. Kalau kena hujan memang jadi becek," ungkap Sutiyono saat ditemui di kediamannya pada Senin (23/12/2024).
Namun, Sutiyono berjanji akan segera berkoordinasi dengan pihak pelaksana proyek untuk melakukan perbaikan dan penggunaan material yang sesuai. "Kami akan segera berkoordinasi dengan pihak pelaksana dan meminta agar pengurukan menggunakan sirtu, seperti yang seharusnya," ujarnya.
Proyek yang dibiayai dengan dana cukup besar ini, yaitu sebesar Rp 500.000.000,00, dinilai sangat tidak efisien apabila hasil akhirnya justru menyulitkan masyarakat. Jika tidak segera ditangani, proyek ini berisiko menimbulkan kerugian lebih lanjut, baik bagi warga desa maupun bagi negara.
Dari sisi pengawasan, perlu ada evaluasi yang lebih mendalam terkait pengelolaan anggaran dan kualitas pengerjaan proyek semacam ini. Jangan sampai dana yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat malah berakhir dengan masalah infrastruktur yang semakin parah.
Dengan harapan agar pengurukan jalan segera diperbaiki dengan material yang sesuai, masyarakat Desa Blitaran berharap proyek ini tidak hanya menjadi pemborosan anggaran, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi peningkatan infrastruktur yang dapat mendukung kehidupan sehari-hari mereka.
Penulis Amin