Nganjuk, – Keresahan warga Desa Wengkal, yang merupakan pelaku pesanggem, akhirnya difasilitasi oleh Kepala Desa (Kades) Totok melalui mediasi dengan pihak Perhutani. Acara yang berlangsung di aula balai Desa Wengkal ini dihadiri oleh perwakilan Perhutani dan sejumlah warga setempat. (28/10/2024)
Dalam sambutannya, Kades Totok menyampaikan ketidakpahaman dirinya terkait program penanaman tebu di kawasan hutan. Ia mengungkapkan bahwa warga desa merasa khawatir aktivitas ini dapat memengaruhi kehidupan dan mata pencaharian mereka. “Kami ingin memahami lebih jauh mengenai program ini dan dampaknya bagi warga,” jelas Kades Totok.
Perwakilan dari Perhutani, Jafri, menjelaskan bahwa program penanaman tebu merupakan bagian dari program P81 yang bertujuan mendukung ketahanan pangan nasional melalui tebunisasi. Selain tebu, program ini juga mencakup tanaman pangan lainnya seperti jagung dan kedelai. Jafri menekankan pentingnya program ini untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
“Dalam dokumen LKHK, lokasi-lokasi penanaman tebu telah tercantum di kawasan hutan seluas 8 hektar di seluruh Jawa Timur, yang sudah dibagi ke dalam petak-petak,” ungkap Jafri. Ia menambahkan, semua langkah yang diambil oleh Perhutani sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diharapkan dapat melibatkan masyarakat dalam proses penanaman tebu.
Mediasi ini bertujuan untuk menjembatani komunikasi antara warga dan pihak Perhutani, menciptakan saling pengertian serta solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Warga diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam program ini demi kesejahteraan bersama.
Acara berlanjut dengan sesi tanya jawab, di mana warga diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan kekhawatiran mereka secara langsung kepada pihak Perhutani. Dalam sesi ini, Ketua SLJ yang mewakili warga menyatakan bahwa sosialisasi ini merupakan langkah awal. Ia menegaskan bahwa masyarakat sebagai pesanggem tidak melakukan pelanggaran hukum dengan praktik tumpangsari yang dilakukan selama ini.
“Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pihak Perhutani harus memberikan ganti untung kepada masyarakat, mengingat mereka sudah mengerjakan hutan selama 8 tahun,” urainya singkat. Pernyataan ini menunjukkan harapan warga agar ada kejelasan dan kompensasi yang adil terkait program penanaman tebu.
Mediasi diakhiri dengan harapan bahwa dialog ini akan membawa solusi konstruktif bagi kedua belah pihak, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Wengkal.