Nganjuk, – Perayaan Cap Go Meh 2576 di Pendopo Nganjuk berlangsung dengan khidmat dan meriah. Acara yang jatuh pada hari ke-15 setelah Tahun Baru Imlek ini menjadi simbol keberuntungan, keharmonisan, serta ungkapan rasa syukur dalam memasuki tahun Ular Air. (12/2/2025)
Dalam tradisi Tionghoa, Cap Go Meh bukan sekadar perayaan penutup rangkaian Imlek, tetapi juga memiliki makna mendalam tentang kebersamaan dan harapan baik di tahun yang baru. Di Nganjuk, perayaan ini diwarnai dengan tradisi makan bersama, yang terdiri dari menu khas seperti lontong, opor ayam, telur, dan sayur bung.
Makna Filosofis di Balik Hidangan Cap Go Meh
Setiap hidangan yang disajikan dalam perayaan ini memiliki makna simbolis. Lontong, dengan bentuknya yang padat dan menyatu, melambangkan keharmonisan dan kebersamaan dalam keluarga serta masyarakat. Opor ayam melambangkan keberuntungan dan kesejahteraan, sementara telur menjadi simbol kesuburan dan keberlanjutan generasi. Sayur bung, yang dalam tradisi Tionghoa kerap dikaitkan dengan harapan akan rezeki berlimpah, melengkapi makna dari santapan ini.
Menurut salah satu panitia penyelenggara, tradisi makan lontong dalam Cap Go Meh juga menjadi momen refleksi untuk selalu bersyukur atas segala keberkahan yang telah diterima dan berharap mendapatkan keberuntungan di tahun Ular Kayu ini.
Perayaan yang Menjaga Tradisi dan Kebersamaan
Acara di Pendopo Nganjuk ini tidak hanya dihadiri oleh warga keturunan Tionghoa, tetapi juga oleh masyarakat dari berbagai latar belakang. Hal ini menunjukkan bagaimana tradisi Cap Go Meh telah menjadi bagian dari keragaman budaya Indonesia yang menjunjung tinggi nilai toleransi dan kebersamaan.
Perayaan Cap Go Meh 2576 di Nganjuk menjadi momentum penting untuk terus melestarikan tradisi, mempererat persaudaraan, serta menanamkan semangat optimisme dalam menyambut masa depan. Dengan kebersamaan dan rasa syukur, masyarakat berharap tahun Ular Kayu membawa keberuntungan dan kemakmuran bagi semua.
