NGANJUK – Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp44,16 triliun untuk subsidi pupuk pada tahun 2025. Dana tersebut akan digunakan untuk menyediakan 9,03 juta ton pupuk bersubsidi guna mendukung sektor pertanian nasional. Namun, pelanggaran terhadap harga eceran tertinggi (HET) di tingkat pengecer diperingatkan keras oleh berbagai pihak karena berpotensi menimbulkan sanksi berat, mulai dari administratif hingga pidana korupsi.
Advokat senior asal Nganjuk, Wahju Prijo Djatmiko, mengingatkan bahwa regulasi pupuk bersubsidi telah ditetapkan secara ketat oleh pemerintah. Ia merujuk pada Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 644/KPTS/SR.310/M/11/2024, yang menetapkan HET pupuk bersubsidi untuk tahun 2025 sebagai berikut:
- Urea: Rp2.250 per kilogram
- NPK Phonska: Rp2.300 per kilogram
- NPK untuk Kakao: Rp3.300 per kilogram
- Pupuk Organik: Rp800 per kilogram
“Tidak boleh ada transaksi di luar ketentuan HET. Jika terjadi, maka itu merupakan pelanggaran hukum yang dapat berujung pada sanksi tegas,” tegas Wahju.
Mengacu pada Permendag Nomor 04 Tahun 2023, pengecer diwajibkan menjual pupuk bersubsidi kepada petani atau kelompok tani sesuai alokasi dan HET yang telah ditentukan. Jika melanggar, pengecer akan dikenakan sanksi administratif berupa dua kali teguran tertulis. Apabila teguran tersebut tidak diindahkan, pemerintah daerah berhak merekomendasikan pencabutan Nomor Induk Berusaha (NIB) pengecer melalui Lembaga OSS.
Lebih jauh, Wahju menekankan bahwa penyimpangan serius dalam distribusi pupuk bersubsidi juga bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara, dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara antara 4 hingga 20 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar.
“Jika terbukti ada permainan harga di atas HET dalam penyaluran pupuk, maka itu sudah masuk wilayah pidana. Aparat penegak hukum wajib bertindak tegas,” tambahnya.
Pengetatan pengawasan terhadap distribusi pupuk bersubsidi ini merupakan bagian dari strategi nasional menjaga ketahanan pangan, sejalan dengan prioritas pemerintahan Presiden Prabowo. Subsidi pupuk sendiri menjadi salah satu instrumen vital dalam mendukung keberlanjutan sektor pertanian di tengah tantangan ekonomi dan iklim yang terus berubah.