Surabaya, – Sidang lanjutan perkara pidana yang menjerat Ade Yolando Sudirman kembali bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (14/7/2025). Namun dalam sidang kali ini, tim penasihat hukum terdakwa mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan jaksa.
Dalam eksepsi tersebut, kuasa hukum menyatakan bahwa pengadilan ini tidak berwenang memeriksa perkara karena substansi kasusnya berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi, bukan sekadar penipuan atau penggelapan seperti yang tercantum dalam dakwaan.
“Ini bukan pidana umum. Kerugian menyentuh keuangan negara karena melibatkan dana dari anak perusahaan BUMN. Seharusnya perkara ini ditangani Pengadilan Tipikor, bukan PN Surabaya,” tegas kuasa hukum.
Rp4,8 Miliar Dana Negara Dipersoalkan
Penasihat hukum yang terdiri dari Dr. Wahju Prijo Djatmiko, Victor Asian Sinaga, Syukur Fahmi, Lusi Dian Wahyudiani, dan Rahma Jelita Marthaningtyas, menilai ada kekeliruan besar dalam penerapan pasal oleh jaksa penuntut.
Pasalnya, kerugian negara sebesar Rp4,848 miliar yang disangkakan, berasal dari tiga proyek pengadaan di bawah PT Angkasa Pura Kargo (APK)—yang kala itu masih merupakan anak perusahaan dari BUMN PT Angkasa Pura II.
Proyek yang dipersoalkan meliputi:
- Pengiriman 5.000 batang tiang listrik ke Kepulauan Raas,
- 1.800 unit lampu solar cell ke wilayah Jawa Tengah,
- Pengadaan 1 unit rig dan jasa pengiriman dari Kalimantan Timur ke Jakarta.
“Karena PT APK saat itu masih anak BUMN, dana yang dikelola adalah bagian dari kekayaan negara. Maka yang berlaku adalah UU Tipikor, bukan KUHP,” ujar tim hukum.
Status “Cucu BUMN” Tidak Mengubah Fakta Hukum
Tim hukum juga menegaskan, meskipun saat ini PT APK telah berubah status menjadi “cucu” BUMN sejak Oktober 2021, namun proyek-proyek yang diduga bermasalah itu terjadi jauh sebelum perubahan status.
“Perubahan administratif tidak menghapus unsur kerugian negara. Dana publik tetap dana publik,” tegas mereka.
KUHP Dianggap Tak Mampu Pulihkan Kerugian Negara
Selain soal kewenangan pengadilan, kuasa hukum juga mengkritik penggunaan pasal-pasal KUHP dalam surat dakwaan. Mereka menilai, KUHP tidak mengakomodasi mekanisme pengembalian uang negara, berbeda dengan UU Tipikor yang secara tegas memuat ketentuan tentang uang pengganti.
“Kalau pakai KUHP, tidak ada kewajiban mengganti kerugian. Negara bisa rugi dua kali: uang raib, pelaku bebas,” sindir tim kuasa hukum.
Ade Yolando Siap Bongkar Semua!
Menariknya, dalam akhir persidangan, tim penasihat hukum menyampaikan bahwa Ade Yolando siap bekerja sama penuh dengan penegak hukum. Bahkan, ia menyatakan kesediaannya untuk menjadi whistleblower guna mengungkap lebih dalam pihak-pihak lain yang terlibat.
“Klien kami siap membongkar siapa saja yang terlibat. Ia tidak ingin sendirian bertanggung jawab atas persoalan besar ini,” tegas kuasa hukum.
Sidang berikutnya akan digelar dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi. Kini publik menanti keputusan majelis hakim: apakah perkara ini akan tetap dilanjutkan di PN Surabaya atau dilimpahkan ke ranah Tipikor.