Nganjuk – Polemik rencana kegiatan nonton bareng (nobar) film bertema cyberbullying untuk pelajar di Kabupaten Nganjuk memasuki babak baru. Komisi IV DPRD Kabupaten Nganjuk resmi menjadwalkan rapat kerja dan dengar pendapat pada Senin, 29 Desember 2025 pukul 09.00 WIB di Ruang Banggar DPRD, setelah mencuat dugaan penarikan biaya kepada siswa hingga Rp 65.000 per orang.
Rapat tersebut termuat dalam surat resmi bernomor 100.1.4.4/4521/411.100/2025, ditandatangani Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk Tatit Heru Tjahjono, S.Sos pada 19 Desember 2025, sebagai pemanggilan kepada Kepala Dinas Pendidikan Moch. Hafid Syarifuddin serta pengurus Forum OTT KPK Kabupaten Nganjuk.
Pemanggilan ini dilakukan berdasarkan perubahan ke-II agenda kerja DPRD bulan Desember.
Biaya Nobar Mengalir ke Mana? Kegiatan yang diklaim berorientasi edukasi ini menjadi tanda tanya besar setelah sejumlah orang tua dan aktivis melaporkan adanya pungutan biaya mulai Rp 25.000 – Rp 30.000 per siswa, bahkan mencapai Rp 65.000 jika digabung dengan transportasi. Namun hingga kini, pihak yang diduga menjadi pelaksana, yakni PT yang terlibat dalam program nobar tersebut, belum dapat dihubungi.
Nomor kontak yang dicoba oleh awak media dan organisasi masyarakat tidak merespons.
Perwakilan OTT KPK, Pak Dhe Kamto, menegaskan pihaknya menolak keras pola kegiatan seperti ini karena dianggap memberatkan siswa dan berpotensi membuka celah penyalahgunaan anggaran maupun manipulasi kegiatan.
“Kami menolak keras nobar berbayar seperti itu. Kalau dihitung dengan transportasi, bisa tembus Rp 65.000 per siswa. Ini harus dibuka terang-terangan, dana ini mengalir ke siapa dan atas dasar apa,” tegasnya.
DPRD Dinilai Bergerak Cepat – Bakal Ada Pembongkaran? Munculnya respons cepat dari DPRD dinilai sebagai sinyal bahwa laporan masyarakat dianggap serius dan berpotensi mengarah pada penyelidikan lanjutan.
“Alhamdulillah DPRD sangat merespon,” ujarnya singkat, memberi indikasi bahwa OTT KPK akan membawa data dan temuan lapangan secara lengkap dalam rapat nanti.
Jika dalam rapat ditemukan indikasi pungutan tanpa dasar hukum, manipulasi kegiatan, atau pemaksaan kepada sekolah, potensi rekomendasi DPRD kepada aparat hukum—bahkan mendorong penelusuran aliran dana—terbuka lebar.





