SUARA CYBER NEWS

Rabu, 24 Desember 2025

Program Oplah Rp105 Juta di Nganjuk Tercium JanggalRAB Menyebut 100 Meter, Sumur Dibor 60 Meter — Pengurus Poktan Saling Bantah, Uang Negara Dipertanyakan

Nganjuk — Program Optimalisasi Lahan (Oplah) senilai Rp105 juta yang digelontorkan untuk Kelompok Tani (Poktan) Marsudi Tani, Kabupaten Nganjuk, kini mengundang kecurigaan serius. Penelusuran di lapangan mengungkap jurang lebar antara dokumen perencanaan dan fakta pelaksanaan, mulai dari spesifikasi material hingga kedalaman pengeboran sumur yang menyusut drastis.

Alih-alih menghadirkan kepastian irigasi bagi petani, program ini justru memunculkan aroma ketidakberesan yang ditandai oleh keterangan pengurus yang saling bertolak belakang, perubahan teknis tanpa jejak administratif yang transparan, serta penggunaan anggaran negara yang patut dipertanyakan.


Bendahara Poktan Marsudi Tani, Samiono, menyatakan seluruh pembelian material dilakukan secara terbuka dan kolektif. Ia menegaskan tidak ada pemborongan dan semua pengurus mengetahui detail belanja pipa serta instalasi listrik.
Namun pernyataan tersebut langsung terbantahkan oleh Ketua Poktan sendiri, Tumiran, yang mengakui bahwa pekerjaan Oplah diborongkan kepada pihak ketiga bernama Arif dengan nilai kontrak Rp80 juta. Paket tersebut mencakup pengeboran sumur, pengadaan pipa, hingga instalasi listrik.

Dua versi berbeda dari pengurus inti Poktan ini menimbulkan tanda tanya besar:
apakah pengelolaan dana dilakukan secara kolektif, atau justru dikendalikan oleh pihak tertentu tanpa transparansi penuh?
Spesifikasi Material Menyimpang dari RAB
Keanehan tak berhenti di situ. Dokumen RAB secara jelas mencantumkan penggunaan pipa diameter 6 dim tipe AW dan pipa diameter 3 dim tipe AW dengan estimasi harga tertentu. Namun hasil pantauan di lokasi menunjukkan penggunaan pipa tipe D, yang secara kualitas dan harga berbeda signifikan dari tipe AW.

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Dedy, berdalih bahwa pipa tipe D hanya digunakan untuk sambungan dan tidak memengaruhi fungsi utama. Namun dalih teknis tersebut tak serta-merta menutup dugaan penyimpangan, mengingat setiap perubahan spesifikasi seharusnya dicatat dan disetujui secara tertulis, bukan sekadar penjelasan lisan.

Sumur Dipangkas 40 Meter, Dana Mengalir ke Mana?
Sorotan paling krusial adalah kedalaman pengeboran sumur.
RAB secara tegas menyebut pengeboran hingga 100 meter, namun fakta lapangan menunjukkan sumur hanya dibor sekitar 60 meter.
Artinya, terdapat pengurangan 40 meter dari rencana awal. Dengan estimasi biaya pengeboran Rp400 ribu per meter, selisih ini berpotensi menyisakan dana hingga Rp16 juta.

Ketua Poktan mengklaim sisa dana tersebut dialihkan untuk pembangunan rumah sibel dan tandon air. Namun, dokumen perubahan pekerjaan, adendum RAB, maupun persetujuan resmi tertulis belum pernah ditunjukkan ke publik.
Pertanyaannya sederhana namun krusial:
atas dasar apa pekerjaan pokok dikurangi, dan siapa yang mengizinkan pengalihan anggaran tersebut?

Pengawas Disebut Setuju, Bukti Administratif Nihil
PPL Dedy menyatakan bahwa perubahan teknis telah dikonsultasikan dan disetujui oleh konsultan pengawas. Ia juga menyebut sistem pemborongan tidak melanggar ketentuan.

Namun hingga kini, tak satu pun dokumen persetujuan resmi diperlihatkan, baik berupa berita acara perubahan pekerjaan, rekomendasi teknis tertulis, maupun laporan pertanggungjawaban yang rinci.
Tanpa dokumen tersebut, klaim persetujuan pengawas rawan dipersepsikan sebagai pembenaran sepihak, bukan mekanisme akuntabilitas yang sah.

Sebagai program strategis yang dibiayai uang negara dan menyentuh langsung kepentingan petani, Program Oplah seharusnya steril dari praktik abu-abu. Ketika RAB berubah, spesifikasi berganti, dan pengurus memberi keterangan yang saling bertolak belakang, kecurigaan publik menjadi sah dan beralasan.

Sejumlah pihak mendorong audit menyeluruh terhadap pelaksanaan program Oplah di Poktan Marsudi Tani, termasuk penelusuran aliran dana, mekanisme pemborongan, serta legalitas perubahan pekerjaan.

Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk dan instansi teknis terkait masih bungkam, belum memberikan klarifikasi resmi atas perbedaan mencolok antara perencanaan dan realisasi proyek.

Diamnya otoritas teknis justru memperkuat pertanyaan publik:
apakah ini sekadar kesalahan teknis, atau ada persoalan yang lebih serius di balik proyek Oplah Rp105 juta tersebut?

 

Copyright © | SUARA CYBER NEWS