Nganjuk – Sulitnya mendapatkan izin untuk menggelar pertunjukan Jaranan membuat resah para pelaku seni tradisional dan pedagang kaki lima (PKL) di Kabupaten Nganjuk. Kondisi ini mendorong mereka menyampaikan langsung keluhan dalam rapat bersama DPRD, Polres, dan sejumlah dinas terkait. (21/7/2025)
Rapat kerja yang berlangsung hangat itu menghadirkan Komisi II dan IV DPRD Nganjuk, Polres Nganjuk, Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar), Bappeda, serta perwakilan Paguyuban Jaranan Nganjuk (Pajang), PKL, dan LSM Mapak.
Dalam forum itu, Ketua Pajang, Sugiono, menyuarakan keresahan anggotanya yang tersebar di berbagai kecamatan. Menurutnya, proses perizinan hiburan rakyat kini semakin rumit dan mahal.
> “Dulu cukup dari Polsek, sekarang harus sampai ke Polres. Itu artinya, ada tambahan biaya dan waktu yang harus kami tanggung,” jelas Sugiono.
Tak hanya soal izin, Sugiono juga menyoroti tingginya biaya pengamanan yang diwajibkan pihak kepolisian untuk setiap acara. Jika panitia tidak sanggup membayar, maka pentas pun terpaksa dibatalkan.
> “Kami paham pentingnya keamanan. Tapi kalau jumlah personel terlalu banyak, biayanya memberatkan panitia. Ini sering dikeluhkan para penanggap,” katanya lagi.
Kondisi ini juga berdampak langsung pada PKL yang biasanya menggantungkan penghasilan dari keramaian acara hiburan. Tanpa izin, tidak ada acara. Tanpa acara, tak ada keramaian.
Melalui rapat ini, para pelaku seni dan PKL berharap pemerintah daerah bersama aparat keamanan bisa menciptakan kebijakan perizinan yang lebih sederhana, transparan, dan terjangkau.
> “Kami hanya ingin tetap bisa berkesenian dan mencari nafkah tanpa harus terbebani biaya tinggi dan proses yang berbelit,” tutup Sugiono.
Pihak DPRD dan instansi terkait pun berjanji akan menampung aspirasi ini dan mencari solusi terbaik, agar kesenian tradisional tetap lestari dan masyarakat kecil tetap bisa bertahan hidup.