Nganjuk, – Dugaan penyalahgunaan pelat nomor kendaraan pejabat oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan LSM Tipikor DPW Jawa Timur memicu keprihatinan di Kabupaten Nganjuk. Kendaraan yang mereka gunakan, berpelat B 2211 RFH, seharusnya diperuntukkan bagi pejabat eselon II. Namun, setelah dilakukan pengecekan, nomor tersebut tidak terdaftar dalam sistem resmi, yang menimbulkan dugaan bahwa pelat yang digunakan adalah palsu atau bodong. (3/2/2025)
Kasus ini terungkap saat LSM Tipikor DPW Jatim melakukan kunjungan ke beberapa instansi pemerintahan di Nganjuk, termasuk Dinas Sosial. Mereka mengklaim menjalankan pengawasan tindak pidana korupsi, namun kedatangan mereka justru memicu keresahan di kalangan aktivis anti-korupsi setempat.
Menjalankan Pengawasan atau Mencari Data Korcam dan Pendamping PKH?
Dalam kunjungannya ke Dinas Sosial, kelompok ini diketahui meminta data nama-nama Koordinator Kecamatan (Korcam) dan Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Permintaan ini menimbulkan pertanyaan besar: Apa relevansi data tersebut dengan tugas pengawasan tindak pidana korupsi?
Menurut para aktivis di Nganjuk, permintaan data semacam ini tidak masuk akal jika dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. Jika benar ada dugaan penyimpangan dalam program PKH, seharusnya mereka membawa bukti awal atau dokumen pendukung, bukan datang tanpa persiapan dan meminta data secara sepihak.
LSM Tipikor Nganjuk Kecewa: "Jangan Cemari Gerakan Anti-Korupsi!"
Ketua LSM Tipikor Nganjuk, Romadi, secara tegas menyatakan kekecewaannya terhadap keberadaan kelompok yang dipimpin oleh Sumadi (Ketua DPW Jatim), Aris (DPP Jakarta), Suwito (Anggota), Lahuri (Anggota), dan Nurhadi (Anggota). Ia menilai tindakan mereka mencoreng nama baik gerakan anti-korupsi yang selama ini diperjuangkan.
"Jika benar-benar serius dalam pengawasan tindak pidana korupsi, setiap kunjungan ke instansi harus disertai dengan bukti dan data yang valid. Kalau hanya datang dengan klaim tanpa dasar, lalu meminta data yang seharusnya bersifat rahasia, maka ini bukan pengawasan, melainkan tindakan yang mencurigakan," tegas Romadi.
Ia juga meminta seluruh instansi di Nganjuk untuk waspada terhadap oknum yang mengatasnamakan LSM Tipikor DPW Jatim, terutama yang tidak memiliki surat tugas resmi atau dokumen pendukung dalam menjalankan aktivitasnya.
Dugaan Penyalahgunaan Pelat Pejabat, Ada Unsur Manipulasi?
Penggunaan pelat nomor RFH, yang biasanya digunakan oleh pejabat eselon II, memunculkan dugaan bahwa ada upaya manipulasi untuk mendapatkan akses lebih mudah ke instansi pemerintahan. Praktik semacam ini sering kali dilakukan untuk menciptakan kesan berwibawa atau bahkan menekan pihak tertentu agar lebih mudah mendapatkan informasi.
Dalam aturan yang berlaku, penggunaan pelat nomor dinas atau pelat khusus tanpa izin resmi merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana. Jika terbukti bahwa kendaraan tersebut menggunakan pelat palsu, maka pemilik atau penggunanya dapat dijerat dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengatur tentang pemalsuan dokumen kendaraan.
Sanksi yang Bisa Dikenakan:
- Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, yang bisa berujung pada hukuman penjara hingga 6 tahun.
- Pasal 280 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang melarang penggunaan pelat nomor tidak sesuai peruntukannya, dengan ancaman denda hingga Rp500.000 atau kurungan.
Pihak kepolisian diharapkan segera menyelidiki kasus ini secara mendalam dan memastikan apakah benar ada unsur pemalsuan atau penyalahgunaan identitas kendaraan pejabat.
Masyarakat Diminta Berperan Aktif Melaporkan Oknum Tak Bertanggung Jawab
Kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat dan instansi di Kabupaten Nganjuk agar lebih hati-hati terhadap pihak-pihak yang mengaku sebagai lembaga pengawas korupsi. Jika ada aktivitas mencurigakan atau penggunaan atribut ilegal, masyarakat diminta segera melapor ke pihak berwenang agar dapat ditindaklanjuti.
Hingga saat ini, LSM Tipikor DPW Jatim belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan penggunaan kendaraan dengan pelat palsu. Sementara itu, aparat kepolisian diharapkan segera menindaklanjuti laporan yang ada guna memastikan transparansi dan penegakan hukum yang adil.
(Redaksi)