Nganjuk – Dugaan praktik penjualan tanah bongkaran proyek pembangunan drainase perkotaan di wilayah Desa Ngrami, Kecamatan Sukomoro, kian menjadi sorotan publik. Menyusul maraknya pemberitaan di media online terkait lemahnya pengawasan proyek serta tidak digunakannya Alat Pelindung Diri (APD) oleh para pekerja, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Cipta Karya Pengairan Kabupaten Nganjuk akhirnya angkat bicara, Senin (9/11/2025).
Suwigyo, selaku PPTK Cipta Karya Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk, dengan tegas membantah adanya instruksi atau izin terkait penjualan tanah hasil bongkaran proyek.
“Kami tidak pernah menyarankan apalagi mengizinkan tanah bongkaran untuk dijual. Sesuai ketentuan, hasil bongkaran seharusnya dibuang ke fasilitas umum terdekat atau lokasi yang sudah ditentukan,” tegas Suwigyo.
Namun, pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan informasi yang beredar di lapangan. Tanah bongkaran diduga dijual dengan dalih “pengganti ongkos gendong” dan uang rokok sebesar Rp 100.000 per rit.
Bahkan, Suwigyo sendiri mengakui potensi kerugian atau perputaran uang yang sangat besar jika praktik tersebut benar terjadi.
“Jika per rit dihargai Rp 100.000 dan dalam sehari bisa keluar 10 rit, maka bisa dibayangkan berapa ratus ribu hingga jutaan rupiah yang dihasilkan setiap hari,” ujarnya.
Ironisnya, ketika dikonfirmasi lebih lanjut terkait sanksi terhadap rekanan atau pelaksana proyek apabila terbukti melakukan penjualan tanah bongkaran, Suwigyo justru memilih diam dan tidak memberikan jawaban tegas.
Sikap bungkam tersebut memicu tanda tanya besar di tengah masyarakat. Publik menilai, diamnya PPTK mengenai sanksi justru menguatkan dugaan lemahnya pengawasan serta potensi pembiaran pelanggaran dalam proyek yang menggunakan anggaran negara tersebut.
Masyarakat pun mendesak Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk, Inspektorat, hingga aparat penegak hukum untuk segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap proyek drainase di Desa Ngrami. Jika terbukti ada penyimpangan, publik menuntut penindakan tegas tanpa pandang bulu.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah daerah dalam menjaga integritas penggunaan anggaran dan memastikan proyek pembangunan benar-benar dikerjakan sesuai aturan, bukan justru menjadi ladang keuntungan pihak tertentu. (sr)





